Wednesday, November 11, 2009

Kesesatan Jamaah Tabligh..jika tanpa Ilmu..

Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali :

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya. Amma Ba’du.

Sungguh telah sampai kepadaku beberapa selebaran yang memuat perkataan dua ulama besar salafy yaitu Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah.
Sebagian pengikut Jama’ah Tabligh berusaha menyebarkannya dan mengedarkannya di kalangan orang-orang bodoh (tidak berilmu) dan orang yang tidak mengerti hakikat manhaj mereka (yakni manhaj Jama’ah Tabligh) yang bathil dan aqidah mereka yang rusak.

Memang di dalam perkataan dua Syaikh tersebut terdapat pernyataan yang memuji Jama’ah Tabligh.
Fatwa Syaikh Bin Baz berdasarkan penuturan seorang Tablighy (pengikut Jama’ah Tabligh) atau pendukungnya, dia menceritakan kepada Syaikh Bin Baz berita yang bertentangan dengan keadaan Jama’ah Tabligh yang sebenarnya. Dia juga memberikan gambaran yang berlawanan dsri kenyataannya.

Yang menguatkan ucapan kami adalah perkataan Syaikh Bin Baz Rahimahullah berikut:
“Tidak diragukan lagi bahwa umat manusia sangat membutuhkan pertemuan-pertemuan yang bagus semacam ini, yaitu perkumpulan dalam rangka mengingat Allah (dzikrullah), menyeru untuk berpegang teguh dengan islam, menerapkan ajaran-ajaran- Nya dan membersihkan tauhid dari bid’ah dan khurofat. (lihat fatwa Beliau, no 1007, tanggal 17/8/1407 H dan yang disebarkan oleh Jama’ah Tabligh sekarang).

Dari sini teranglah bahwa tablighy di atas menyebutkan dalam selebarannya bahwa Jama’ah Tabligh menyeru untuk berpegang teguh dengan islam dan menerapkan ajaran-ajaran-Nya dengan membersihkan tauhid dari bid’ah dan khurofat. Oleh karena itulah, maka Syaikh Bin Baz memuji mereka.

Seandainya penulis selebaran tersebut mengungkapkan fakta sebenarnya dan menggambarkan hakikat keadaan mereka serta menjelaskan hakikat manhaj mereka yang rusak, niscaya Syaikh Bin Baz As-Salafy Al-Muwahhid pasti mencela mereka dan memperingatkan umat dari bahayanya mereka sebagaimana yang beliau lakukan pada fatwa beliau yang terakhir tentang mereka yang akan dilampirkan di sini pula.

Adapun di dalam perkataan Al-Allamah Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga terdapat pernyataan yang menunjukkan bahwa beliau membiarkan ajaran mereka. Perhatikan pernyataan beliau berikut ini:
“Perhatikan” Jika perselisihan terdapat pada masalah aqidah maka wajib diluruskan. Apabila perkara tersebut menyelisihi madzab salaf, maka wajib diingkari dan wajib memperingatkan umat dari bahaya orang yang menelusuri jalan yang menyelisihi madzab salaf dalam bab ini. Lihat fatwa Ibnu ‘Utsaimin 92/936-944) sebagaimana disebutkan dalam selebaran yang diedarkan oleh Jama’ah Tabligh sekarang.

Tidak diragukan lagi bahwa perselisihan antara salafiyyun Ahlus Sunnah dan Ahlut Tauhid dengan Jama’ah Tabligh adalah suatu perselisihan yang sangat keras dan tajam dalam masalah aqidah dan manhaj.

Jama’ah Tabligh berpahaman Maturidiyah yang meniadakan sifat-sifat Allah. Mereka juga menganut paham Sufiyah dalam ibadah dan suluk (tata pergaulan-pent). Mereka berbai’at diatas empat Thariqat Sufiyah yan tenggelam dalam kesesatan. Thariqat-thariqat tersebut dibangun diatas pemahaman Hulul (Allah menyatu pada diri seseorang- pent), Wihdatul Wujud (semua yang ada adalah jelmaan Allah), Syirik dengan menyembah kubur dan kesesatan yang lainnya.

Pujian Syaikh ‘Utsaimin di atas pasti karena beliau belum mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya. Seandainya beliau mengetahui (niscaya) beliau akan merendahkan dengan kesesatan mereka dan memperingatkan umat dengan peringatan yang paling keras. Dan beliau pasti akan menempuh jalan yang telah ditempuh oleh dua Syaikh beliau, yaitu syaikh Muhammad bin Ibrahim dan Imam Syaikh Bin Baz. Sebagaimana yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, Syaikh Abdurrazaq ‘Afify, Syaikh Shaleh Bin Fauzan Al-fauzan, Syaikh Hamud At- Tuwaijiry, Syaikh Taqiyudin Al-Hilaly, Syaikh Sa’d Al-Husain, Syaikh Syaifurrahman dan Syaikh Muhammad Aslam.

Para masyayikh di atas memiliki beberapa karangan yang agung yang menjelaskan tentang kesesatan Jama’ah Tabligh dan bahayanya ajaran mereka baik dari sisi aqidah atau manhaj. Silakan penuntut kebenaran merujuk kepada kitab-kitab tersebut.

Sungguh telah rujuk (kembali kepada kebenaran ) Abdurrahman Al-Mushry dari buku-bukunya yang mengandung pujian atas Jama’ah Tabligh, dan dia mengakui kesalahannya di sisiku.

Adapun Yusuf Al-Mulahy yang telah bergabung beersama Jama’ah Tabligh selama bertahun-tahun lamanya, kemudian menulis buku yang menjelaskan kesesatan dan rusaknya aqidah mereka. Namun sangat disesalkan, dia berbalik dari kebenaran. (Akhirnya) diapun menulis kitab terakhir yang menceritakan tentang kebaikan mereka, sedang bukunya yang pertama dia biarkan saja.

Namun tulisan para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tentang manhaj Jama’ah Tabligh telah melumatkan kebatilannya. Terlebih lagi sebuah kaidah yang agung mengatakan bahwa,

“Celaan lebih didahulukan dari pujian”

Kaidah ini membatalkan setiap pujian dari siapapun yan memuji Jama’ah Tabligh, seandainya Tablighiyun (pengikut Jama’ah Tabligh) komitmen dalam memegang kaidah-kaidah islamiyah yang benar, (maka mereka) akan menempuh jalannya ahlul ilmi dan jalannya orang-orang yang memberi nasihat kepada Islam dan muslimin.

Ditulis oleh: Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali
Pada 29 /Muharam / 1421 H

(Fatwa Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali, Edisi Indonesia Fatwa Ulama Seputar Jama’ah Tabligh, Penerjemah Abu Bakar, Penerbit Al Haura)

Fatwa Terakhir Syeikh Abdul Aziz Bin Baz : Tahdzir (Peringatan) atas Jama’ah Tabligh

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya tentang Jamaah Tabligh, si penanya berkata : “Wahai samahatu Syeikh, kami mendengar tentang Jamaah Tabligh dan dakwah yang mereka lakukan. Apakah Syeikh menasehatiku untuk bergabung dengan jamaah ini? Saya mohon diberi bimbingan dan nasehat, semoga Allah melipatgandakan pahala syeikh”.

Maka Syeikh menjawab dengan mengatakan : Setiap orang yang berdakwah kepada Allah maka ia adalah mubaligh, (balighu ‘anni walau ayah) artiya “sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Akan tetapi Jamaah Tabligh yang terkenal, yang berasal dari india ini, mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki sebagian bid’ah-bid’ah dan perbuatan syirik, maka tidak boleh keluar (berpergian) bersama mereka, kecuali seorang yang memiliki ilmu, ia keluar untuk mengingkari perbuatan mereka, dan mengajar mereka. Adapun jikalau ia keluar untuk mengikuti mereka, maka jangan (jangan keluar bersama mereka-pent). Karena mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki kesalahan dan kekurangan dalam ilmu, akan tetapi jika ada jamaah dakwah selain mereka dari kalangan ahli ilmu dan ahli pemahaman, maka (tidak mengapa-pent) ia keluar bersama mereka untuk berdakwah kepada Allah. Atau seseorang yang memiliki ilmu, dan pemahaman, maka ia keluar bersama mereka untuk memahamkan mereka, mengingkari (kesalahan) mereka, dan membimbing mereka kepada jalan yang baik, serta mengajar mereka, sehingga mereka meninggalkan mazhab (ajaran) yang batil, dan memegang mazhab ahli sunnah wal jamaah.”

Maka hendaklah jamaah tabligh dan siapa yang simpati kepada mereka mengambil faidah dari fatwa ini yang menjelaskan kondisi mereka sebenarnya, akidah mereka, manhaj mereka dan karangan-karangan pemimpin mereka yang mereka ikuti. (Fatwa samahatus Syeikh Abdul Aziz Bin Baz ala Jamaatu Tabligh, fatwa ini dikeluarkan di Taif kira-kira dua tahun sebelum beliau wafat, dan didalamnya terdapat bantahan terhadap kekeliruan Jamaah Tabligh terhadap perkataan yang lama yang bersumber dari Syeikh, sebelum jelas baginya akan hakikat kondisi dan manhaj mereka).

Jamaah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin tergolong dari 72 golongan (firqah sesat).

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya : “Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, tentang berpecahnya umat-umat (yakni) sabda beliau : “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan kecuali satu”. Apakah Jamaah Tabligh dengan kondisi mereka yang memiliki beberapa kesyirikan dan bid’ah, dan Jamaah Ikhwan Muslimin dengan kondisi mereka yang memiliki sifat hizbiyah (berkelompok), dan menentang penguasa, serta tidak mau tanduk dan patuh, apakah dua golongan ini masuk ? (ke dalam hadits tadi,red).

Maka Syeikh menjawab : “Dia masuk dalam 72 dolongan ini (golongan sesat, red), barangsiapa yang menyelisihi akidah ahli sunnah maka ia telah masuk kepada 72 golongan. Maksud dari sabda beliau (umatku) adalah umat ijabah artinya mereka yang menerima dan menampakkan keikutan mereka kepada beliau, tujuh puluh tiga golongan, yang lolos dan selamat adalah yang mengikuti beliau dan konsekwan dalam agamanya. Dan tujuh puluh dua golongan, di antara mereka ada bermacam-macam, ada yang kafir, ada yang bermaksiat dan ada yang berbuat bid’ah.”

Lalu si penanya berkata : “Maksudnya kedua golongan ini (Jamaah Tabligh dan Ikhwan) termasuk dari tujuh puluh dua ? Syeikh menjawab : “Ya. Termasuk dari tujuh puluh dua, begitu juga Murjiah dan lainnya, Murjiah dan Khawarij. Oleh sebagain ahli ilmu memandang Khawarij tergolong dari orang kafir yang keluar dari Islam, akan tetapi ia termasuk dari keumuman tujuhpuluh dua itu. (Direkam dalam pelajaran syaikh Bin Baz, Syarh al Muntaqa di kota Thaif, sebelum beliau wafat kira-kira dua tahun atau kurang).

Hukum Khuruj (Keluar) Bersama Jamaah Tabligh.

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya : “Saya telah keluar bersama Jamaah Tabligh ke India dan Pakistan, kami berkumpul dan shalat di mesjid-mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, dan saya mendengar bahwa shalat di mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, maka shalatnya batal (tidak sah), apakah pendapat Syeikh tentang shalat saya, apakah saya mengulanginya, dan apa hukum khuruj (keluar) bersama mereka kepada tempat-tempat seperti ini?

Jawab :
“Bismillah walhamdulillah, amma ba’du : Sesungguhnya Jamaah Tabligh, mereka tidak mempunyai ilmu dan pemahaman dalam masalah-masalah akidah, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka, kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan pemahaman tentang akidah yang benar yang dipegang teguh oleh ahli sunnah wal jamaah, sehingga ia membimbing, dan menasehati mereka, serta bekerja sama dengan mereka dalam kebaikan, karena mereka gesit dalam beramal, akan tetapi mereka butuh penamahan ilmu dan butuh kepada orang yang akan memahamkan mereka dari kalangan ulama-ulama tauhid dan sunnah. Semoga Allah menganugerahkan kepada semua akan pemahaman dalam agama dan konsekwen di atasnya. Adapun shalat di dalam mesjid-mesjid yang di dalamnya ada kuburan, maka shalatnya tidak sah, dan kamu wajib mengulangi shalat yang kamu kerjakan di mesjid-mesjid itu, karena Nabi bersabda :
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصاَرَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِياَئِهِمْ مَسْجِدًا
“Allah telah melaknat Yahudi dan Narani yang mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Dan sabda Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam :
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِياَئِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَساَجِدَ أَلاَ وَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَساَجِدَ إِنِّي أَنْهاَكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ingatlah sesungguhnya orang sebelum kalian, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai mesjid, ingatlah, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai mesjid, sesungguhnya saya melarang kalian akan itu”. (H.R. Muslim). Dan hadits-hadits pada hal ini sangatlah banyak, wa billahi taufiq, semoga Allah menanugerakan salawat dan salam atas nabi kita Muhammad dan atas keluarganya serta sahabatnya. (Fatwa dikeluarkan tanggal 2/11/1414 H)

Perkataan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz : “Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka, kecuali orang yang mempunyai ilmu dan pemahaman tentang akidah yang shahih yang dipegang teguh oleh Ahli Sunnah wal Jamaah, sehingga ia bisa membimbing dan menasehati mereka serta bekerja sama dengan mereka untuk melakukan kebajikan.”

Penyusun mengatakan : “Semoga Allah merahmati Syeikh, kalaulah mereka itu mau menerima nasehat, dan bimbingan dari ahli ilmu, tentulah tidak ada halangan untuk keluar (khuruj) bersama mereka, akan tetapi realita yang membuktikan bahwasanya mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak mau meninggalkan kebatilan mereka. Disebabkan ta’asub (fanatik) dan sikap menuruti hawan nafsu mereka yang bersangatan. Kalaulah mereka menerima nasehat-nasehat para ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil dan pastilah mereka telah menempuh jalan ahli tauhid dan sunnah. Jika seandainya permasalahannya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj (keluar) bersama mereka, sebagaimana sikap itu merupakan sikap manhaj salafusholeh yang berpengang kepada kitab dan sunnah dalam mentahdzir (memperingatkan) dari ahli bid’ah dan dari bergaul serta bermajlis dengan mereka, karena hal itu adalah menambah banyaknya keanggotaan mereka, dan membantu dan memperkuat bersebarnya kesesatan mereka, dan hal itu adalah pengkhianatan terhadap agama Islam dan kaum muslimin, terpedaya oleh mereka dan kerja sama dalam melakukan dosa dan melampaui batas. Apalagi mereka itu melakukan bai’at berdasarkan atas 4 macam tarikat (ajaran) sufi yang di dalamnya terdapat keyakinan hululiyah (Allah menepati makhluk) dan wahdatul wujud (Allah dan makhluk satu) serta syirik dan bid’ah.”

Fatwa Lajnah Daimah (Lembaga Tetap) tentang Jamaah Tabligh. No fatwa : 17776, tertanggal : 18/3/1416 H.

Seorang penanya (Muhammad Kahlid Al Habsi) bertanya setelah ia mengemukakan pertanyaan pertama, sebagai berikut : Pertanyaan Kedua : “Saya pernah membaca beberapa fatwa Syeikh (Ibnu Baz). Dan Syeikh mendorong / mengajak pelajar (penuntut ilmu) untuk keluar (khuruj) bersama Jamaah Tabligh, dan alhamdulillah kami telah khuruj bersama mereka, dan kami memetik faidah yang banyak, akan tetapi, wahai Syeikh yang mulia, saya melihat sebagian amalan (yang dikerjakan-pent) tidak ada tercantum di dalam Kitabullah dan sunnah rasul-Nya seperti : 1. Membuat lingkaran di dalam mesjid pada setiap dua orang atau lebih, lalu mereka saling mengingat sepuluh surat terakhir dari Al Quran, dan konsisten dalam menjalankan amalan ini dengan cara seperti ini pada setiap kali kami khuruj (keluar). 2. Ber’itikaf pada seriap hari Kamis dalam bentuk terus menerus. 3. Membatasi hari untuk khuruj, yaitu tiga hari dalam satu bulan, empat puluh hari setiap tahun dan empat bulan seumur hidup. 4. Selalu doa berjamaah setiap setelah bayan (pelajaran). Bagaimanakah wahai syeikh yang mulia, jika seandainya saya keluar bersama jamaah ini, dan saya melakukan amalan-amalan dan perbuatan ini yang tidak pernah terdapat di dalam kitabullah dan sunnah rasul, ketahuilah wahai syeikh yang mulia, sesungguhnya merupakan hal yang sangat sukar sekali untuk merobah metode (manhaj) ini. Beginilah cara dan metode mereka seperti yang diterangkan di atas.

Jawab :
“Apa yang telah anda sebutkan dari perbuatan jamaah ini (Jamaah Tabligh) seluruhnya adalah bid’ah, maka tidak boleh ikut serta sama mereka, sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj kitab dan sunnah serta meninggalkan bid’ah-bid’ah.”

Tertanda : Ketua Lajnah : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Anggota : Abdul Aziz bin Abdullah Ali Syeikh.
Anggota : Sholeh bin Fauzan Al Fauzan.
Anggota : Bakr bin Abdullah Abu Zaid.

Fatwa Syeikh ‘Alaamah Muhammad bin Ibrahim Ali Syeikh : Tahdzir (peringatan) dari jamaah Tabligh.

“Dari Muhammad bin Ibrahim ke hadapan pangeran Khalid bin Su’ud, pimpinan kantor kerajaan yang terhormat, Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh dan selanjutnya : Sungguh saya telah menerima surat Pangeran (No 36/4/5-d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta lampirannya, hal itu adalah harapan yang diangkat kepada hadapan dipetuan agung Raja yang terhotmat, dari Muhammad Abdul Majid Al Qadiri, Syah Ahmad Nurani, Abdus Salam Al Qadiri dan Su’ud Ahmad Ad Dahlawi, sekitar permohonan mereka minta bantuan untuk proyek organisasi mereka yang mereka namakan (Kuliah Da’wah Tabligh Al Islamiyah) dan begitu juga buku-buku kecil yang dilampirkan bersama surat mereka. Saya mengemukakan kepada hadapan Pangeran, bahwasanya organisasi ini tidak ada kebaikan di dalamnya, karena sesungguhnya ia adalah organisasi bid’ah dan sesat. Dan dengan membaca buku-buku kecil yang dilampirkan dengan surat mereka, maka kami telah menemukan buku-buku itu mengandung kesesatan, bid’ah dan dakwah (ajakan) kepada mengibadati kubur dan syirik. Hal itu adalah perkara yang tidak mungkin didiamkan. Oleh karena itu kami insya Allah akan membalas surat mereka dengan apa yang mungkin menyingkap kesesatan mereka dan membantah kebatilan mereka. Dan kita mohon kepada Allah semoga Dia menolong agama-Nya, dan mengangkat kalimat-Nya, wassalamu’alikum warahmatullah”. [S-M-405 pada tanggal 29/1/1382H]. (Rujukan kitab Al Qaulul Baligh fit Tahdzir Min Jamaatit Tabligh, oleh syeikh Hamud At Tuwaijiri halaman : 289).

Fatwa syeikh Alaamah Muhammad Nasuruddin Al Albani tentang Jamaah Tabligh. Beliau pernah ditanya :
“Apakah pendapat Syekh tentang Jamaah Tabligh, apakah boleh bagi pelajar (penuntut ilmu) atau lainnya untuk khuruj (keluar) bersama mereka dengan dalih berdakwah kepada Allah ?

Maka beliau menjawab :
Jamaah Tabligh tidak berdiri (berdasarkan) atas manhaj kitabullah dan sunnah rasul-Nya ‘alaihi salawat wa salam, dan apa yang dipegang oleh salafuu sholeh. Kalau seandainya perkaranya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj bersama mereka, karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita dalam menyampaikan manhaj salafus sholeh. Maka dalam medan dakwah kepada Allah, yang keluar itu adalah orang yang berilmu, adapun orang-orang yang keluar bersama mereka, yang wajib mereka lakukan adalah untuk tetap tinggal di negeri mereka dan memperlajari ilmu di mesjid-mesjid mereka, sampai-sampai mesjid-mesjid itu mengeluarkan ulama yang melaksanakan tugas dalam dakwah kepada Allah. Dan selama kenyataanya masih seperti itu, maka wajiblah atas penuntut ilmu (pelajar) untuk mendakwahi mereka-mereka itu (Jamaah Tabligh-pent) di dalam rumah mereka sendiri, agar mempelajari kitab dan sunnah dan mengajak manusia kepadanya. Sedang mereka -yakni Jamaah Tabligh- tidak menjadikan dakwah kepada kitab dan sunnah sebagai dasar umum, akan tetapi mereka mengatagorikan dakwah ini sebagai pemecah. Oleh karena itu, maka mereka itu lebih cocok seperti Jamaah Ikhwan Muslimin.

Mereka mengatakan bahwa dakwah kami berdiri atas kitab dan sunnah, akan tetapi ini hanya semata-mata ucapan, sedangkan mereka tidak ada akidah yang menyatukan mereka, yang ini Maturidi dan yang itu Asy’ari, yang ini sufi dan yang itu tidak punya mazhab. Itu, karena dakwah mereka berdiri atas dasar : bersatu, berkumpul, kemudian pengetahuan. Pada hakikatnya mereka tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, sungguh telah berjalan bersama mereka waktu lebih dari setengah abad, tidak pernah seorang alim pun yang lahir di tengah-tengah mereka. Adapun kita, maka kita mengatakan : Berpengetahuan (dulu), kemudian berkumpul, sehingga perkumpulan itu berada di atas pondasi yang tidak ada perbedaan di dalamnya. Dakwah Jamaah Tabligh adalah sufi moderen, yang mengajak kepada akhlak. Adapun memperbaiki akidah masyarakat, maka mereka itu tidak bergeming, karena dakwah ini (memperbaiki akidah) -sesuai dengan prasangka mereka- memecah belah.

Dan sungguh telah terjadi koresponden antara akh Sa’ad Al Hushain dan pemimpin Jamaah Tabligh di India atau Pakistan, maka jelaslah darinya bahwa sesungguhnya mereka itu menyetujui tawasul, dan istighatsah dan banyak hal-hal lain yang sejenis ini. Dan mereka meminta kepada anggota mereka untuk membai’at di atas emapat macam terikat (ajaran), diantaranya adalah : An Naqsyabandiyah, maka setiap orang tabligh seyogyanya untuk membai’at di atas dasar ini.

Dan mungkin seorang akan bertanya : Sesungguhnya Jamaah ini, disebabkan usaha anggota-anggotnya telah kembali (insaf dan sadar) kebanyakan manusia kepada Allah, bahkan mungkin melalui tangan-tangan mereka kebanyakan orang non muslim telah masuk Islam. Apakah ini sudah cukup sebagai dalih bolehnya untuk keluar dan bergabung bersama mereka pada apa yang mereka dakwahkan? Maka kita katakan : “Sesungguhnya ucapan-ucapan ini sering kami ketahui dan kami dengar dan kami dengar (juga) dari orang-orang sufi!!. Ini bagaikan : Ada seorang syeikh akidahnya rusak, dan tidak pernah mengetahui sedikitpun tentang sunnah, bahkan ia memakan harta orang dengan cara batil (tidak sah)…. Disamping itu banyak orang yang fasik (yang berdosa) bertaubat lewat tangannya….! Maka setiap jamaah yang mengajak kepada kebajikan pasti mempunyai pengikut, akan tetapi kita harus melihat kepada intisari permasalahan, kepada apakah yang mereka mengajak / berdakwah? Apakah kepada mengikuti kitabullah dan hadits Rasul, kepada akidah salafus sholeh, tidak ta’ashub (fanatik) mazhab, dan mengikuti sunnah, dimanapun dan sama siapapun? Maka Jamaah Tabligh, mereka tidak memiliki manhaj ilmu, akan tetapi manhaj mereka sesuai dengan tempat dimana mereka berada, mereka berubah warna dengan setiap warna. (Rujuklah Fatwa Imaratiyah, karangan Al Albani soal no : 73 hal : 38). Tulisan kelima dari lima tulisan (tulisan terakhir).

Fatwa Syeikh Alaamah Abdur Razzaq ‘Afifi Tentang Jamaah Tabligh.
Syeikh ditanya tentang khuruj Jamaah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah. Maka Syeikh berkata : “Pada kenyataannya, sesungguhnya mereka adalah mubtadi’ (orang yang membuat bid’ah) yang mutar balikkan serta pelaku terikat (ajaran) Qadariyah dan lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh-pent), mereka tidak mengajak kepada kitab dan sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas Syeikh mereka di Bangladesh. Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, dan ini bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak zaman dahulu, mereka itu adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israil, di Amerika, di Saudi, semua mereka selalu terikat dengan syeikh mereka yaitu Ilyas”. (Fatawa dan Rasail oleh samahatu syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi juz 1/174).

Fatwa Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan telah ditanya :
“Apakah pendapat syeikh tentang orang yang keluar (khuruj) ke luar Kerajaan Saudi untuk berdakwah, sedangkan mereka belum pernah menuntut ilmu sama sekali, dan mereka memberikan motivasi untuk itu, dan mereka elu-elukan syi’ar yang aneh, dan mendakwakan sesungguhnya siapa yang keluar di jalan Allah untuk berdakwah, maka Allah akan memberinya ilham. Mendakwakan sesungguhnya ilmu itu bukanlah syarat yang penting. Tentu Syeikh mengetahui bahwa di luar kerajaan Saudi ini akan ditemukan aliran-aliran dan agama-agama serta pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan kepada si dai. Tidakkah Anda melihat wahai Syeikh yang mulia, sesungguhnya orang yang keluar di jalan Allah itu harus mempunyai senjata agar bisa menghadapi masyarakat, terkhusus di timur Asia, dimana mereka memerangi / membenci pembaharu dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab? Saya mohon jawaban atas pertanyaan saya ini agar manfaatnya menyebar.”

Jawab :
Khuruj (keluar) di jalan Allah, bukanlah khuruj yang mereka maksudkan sekarang. Khuruj (keluar) di jalan Allah adalah keluar untuk berperang. Adapun apa yang mereka namakan dengan khuruj itu, sesungguhnya ini adalah bid’ah yang tidak pernah datang dari salaf. Seorang keluar untuk berdakwah kepada Allah, tidaklah dibatasi pada hari-hari tertentu, akan tetapi berdakwah kepada Allah sesuai dengan kesempatan dan kemampuannya, tanpa harus terikat dengan jamaah atau terikat dengan empat puluh hari atau kurang atau lebih. Dan begitu juga, di antara yang wajib atas seorang dai, ia haruslah mempunyai ilmu, seseorang tidak boleh berdakwah kepada Allah sedangkan ia bodoh (tidak berilmu), Allah berfirman : Artinya : “Inilah jalanku, yang aku mengajak kepada Allah di atas pengetahuan” Yaitu atas ilmu, karena seorang dai mesti mengetahui apa yang akan didakwahinya, berupa hukum-hukum yang wajib, yang sunat, yang haram dan yang makruh. Dia harus mengetahui apa itu syirik, maksiat, kekufuran, kefasikan, kemaksiatan. Dan harus mengetahui tingkat-tingkat pengingkaran, dan bagaimana cara mengingkari.

Khuruj yang menyebabkan disibukan dari menuntut ilmu adalah perkara yang batil (salah), karena menuntut ilmu itu adalah fardu (kewajiban), dan ilmu itu tidak bisa didapatkan kecuali dengan cara belajar, tidak akan didapatkan dengan cara ilham, ini merupakan khurafat sufi yang sesat, karena amal tanpa ilmu adalah kesesatan. Dan tentu meraih ilmu tanpa belajar adalah angan-angan yang salah. (Dari kitab Tsalatsu Muhadharat fil Ilmi Wad Da’wah) (Dikutip dari terjemah Fatwa Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali, Edisi Indonesia Fatwa Ulama Seputar Jama’ah Tabligh, Penerjemah Abu Bakar, Penerbit Al Haura, terjemah Tsalatsu Muhadharat fil Ilmi Wad Da’wah)