Wednesday, December 9, 2009

Khalifah dan Khilafah Salafussoleh.

Wahai saudaraku sekalian,saya ingin mengajak antum berfikir sejenak..Apakah itu khalifah dan khilafah yang seringkali diperjuangkan?Fikirkan persoalan ini,

1)Adakah ingin membina sebuah daulah dan khilafah kita perlu untuk bertajasus?Membuka aib sesama muslim?

2)Adakah ingin membina sebuah khilafah Islam kita perlu menentang pemerintah Islam?

Mari kita Taddabur ayat ini,Surah An-Nur,ayat 55,Firman Allah swt,

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diredhai-Nya untuk mereka,dan Dia benar-benar akan menukar(keadaan) mereka,sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah(janji) itu,maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Abul Fida Ismail Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan,

Inilah janji Allah swt kepada Rasul-nya saw.Sungguh Allah swt akan menjadikan umat-Nya sebagai khalifah di muka bumi.

Maksudnya,Allah swt akan menjadikan umat-Nya sebagai pemimpin-pemimpin masyarakat dan penguasa mereka.Sungguh benar-benar Allah swt akan menggantikan rasa takut menjadi situasi yang penuh rasa aman dan tegaknya hukum.

Allah Yang Maha suci dan Maha tinggi telah membuktikan janji itu dan milik-Nya lah segala puji. Saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam belum meninggal dunia,

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membukakan kemenangan kepada kaum muslimin dengan Fathu Makkah, Khaibar, Bahrain, dan seluruh Jazirah Arab serta bumi Yaman secara total.

Jizyah (upeti) telah bisa diperoleh dari kalangan Majusi Hajar, sebagian pinggiran Syam. Para raja mengajukan deklarasi damai kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya Raja Heraklius, Romawi, penguasa Mesir dan Iskandariyah yaitu Muqauqus, Raja Oman, Raja An-Najasyi di Habasyah yang memerintah setelah Ashimah rahimahullahu. Kemudian, kala beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat,

Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih pengganti beliau dengan Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Semasa pemerintahannya, Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengirim pasukan di bawah komando Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu ke Persia. Kemenangan pun diperoleh, Persia ditaklukkan dan sebagian tentaranya dibunuh. Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pun mengutus pasukan di bawah pimpinan Abu Ubaidah radhiyallahu ‘anhu ke wilayah Syam.

Juga mengirim sahabat Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhu beserta pasukannya ke Mesir. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemenangan kepada pasukan kaum muslimin di Syam, berhasil pula menguasai Bashrah, Damaskus, dan yang tersisa adalah sebagian negeri Hauran.

Sepeninggal Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, muncul Umar Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu. Beliau menegakkan pemerintahan secara sempurna, yang belum ada tandingannya dalam sejarah –setelah para nabi– dalam hal kekokohan, kekuatan, dan keadilannya yang sungguh sempurna. Dalam masa pemerintahannya, wilayah Syam dikuasai secara total, beberapa wilayah Mesir lainnya, dan sebagian besar wilayah Persia pun berhasil dikuasai. Begitu pula dengan kekaisaran Kisra, berhasil ditaklukkan dan direndahkan serendah-rendahnya. Raja Kisra lari hingga terusir. Nasib serupa pun menimpa Raja Romawi.

Kerajaannya berhasil diruntuhkan, hingga terlepas kekuasaannya di negeri Syam dan dia lari menuju Konstantinopel. Kemudian saat masa Daulah Utsmaniyah, kekuasaan kaum muslimin semakin melebar dari Timur hingga belahan Barat bumi. Wilayah Maghribi berhasil dikuasai hingga batas ujung yaitu Andalusia, Qabras (Cyprus), negeri Qairawan dan Sabtah yang terletak sekitar Laut Atlantik. Dari arah timur hingga ke negeri Cina.

(Lihat Tafsir Ibnu Katsir saat menjelaskan ayat di atas, 3/366)


Demikianlah fakta sejarah. Lantaran kekukuhan iman, kebersihan aqidah, ketulusan beramal shalih, Allah Subhanahu wa Ta’ala menampakkan janjinya. Kata Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu, pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala boleh diperoleh dengan mengikuti syariat-Nya dan bersabar (dalam menjalankannya). Sebagaimana firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)


Ini sebagaimana tersebut dalam pernyataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

“Jagalah (hukum-hukum) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah (hukum-hukum) Allah niscaya akan engkau dapati Dia di depanmu.” (HR. At-Tirmidzi no. 2516, dishahihkan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 7957)


Maka, barangsiapa menjaga Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjaga agama-Nya, bersikap istiqamah, saling menasihati dan bersabar atasnya, kelak Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolongnya, mengokohkannya atas musuh-musuhnya serta menjaganya dari tipu daya musuhnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (Ar-Rum: 47)


Nampak, betapa keberhasilan yang gilang-gemilang dari generasi utama umat ini karena ketaatan, ketundukan, dan ketulusan mereka dalam menetapi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mereka adalah generasi yang senantiasa ittiba’ (mengikuti) apa yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah kunci keberhasilan mereka. Dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka berhasil menguasai dan memimpin di berbagai belahan dunia. Ke sanalah mesti merujuk. Merekalah yang patut untuk diteladani. Bukan mengikuti langkah-langkah yang telah dicanangkan secara sistematik oleh orang-orang kafir, musuh-musuh Islam. Ketika menukil ayat:


“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (Al-Ma’idah: 55-56)


Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam menyatakan:

“Perhatikan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang beriman atas musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah menyebutkan kaidah (prinsip) keimanan, yaitu sikap wala’ (loyalitas) yang kukuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang-orang yang beriman. Sikap wala’ (loyalitas) ini diiringi pula dengan sikap berlepas diri secara total dari musuh-musuh (Allah Subhanahu wa Ta’ala).” (Tanwir Azh-Zhulumat, hal. 49)


Maka, apa yang akan terjadi jika perjuangan menegakkan Islam tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keimanan? Bahkan prinsip-prinsip tersebut dinjak-injak dan dicampakkan demi meraup suara pada pemilu. Wallahul Musta’an.

Seorang kafir akan dijadikan teman seiring dalam perjuangan karena menunjukkan sikap loyalitas terhadap parti. Sedangkan seorang muslim yang taat, karena ketaatannya kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala,d ia tidak dihiraukannya. Bahkan, boleh jadi seorang muslim tadi disikapi sebagai lawan dengan tingkat permusuhan yang tajam lantaran mengkritisi cara perjuangan berparti. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (Al-Ma’idah: 55-56)


Firman-Nya:

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Al-Fath: 29)


Selain itu, seseorang, parti atau jamaah yang terjerumus ke dalam kubangan lumpur demokrasi, maka jerat-jerat aturan perundangan akan mengikatnya. Dia harus tunduk dengan segala perundangan yang ada walau perundangan tersebut menyelisihi syariat.

Para wanita juga turut sibuk berpolitik untuk menjadi pemimpin,

Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

“Dan hendaklah kamu(muslimah)tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’.” (An-Nur: 31)


Pemilihan terhadap wanita untuk menduduki jabatan yang memiliki tanggung jawab dalam kepemimpinan umat, masuk dalam kategori hadits Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu:
“Tidak akan beruntung satu kaum (bangsa) yang menyerahkan kepemimpinannya kepada seorang wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 4425)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut karakteristik umat yang kelak(terdahulu) memperoleh kemenangan dan kejayaan, di antaranya menegakkan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Firman-Nya:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali ‘Imran: 104)


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pula untuk menghapus kemungkaran. Kata Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, “Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Bila tidak mampu, (ubahlah) dengan lisannya. Bila tidak mampu, dengan hatinya. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49)


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pula untuk berkata yang baik. Bila tak boleh, diam. Bukan lantas membuat pernyataan-pernyataan politik yang menghasut umat terjatuh pada perkara diluar syariat Islam.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berbicaralah yang baik atau diam.” (HR. Muslim no. 34)


Demokrasi telah menggiring umat untuk terpaku pada perolehan suara, sementara ketentuan syariat ditanggalkan. Patutkah yang demikian ini dikategorikan memperjuangkan Islam dan kaum muslimin? Wallahu a’lam.

Al-Imam Abu Ja’afar Ath-Thohawiy rahimahullah berkata,

Saat menyebutkan aqidah Ahlus Sunnah,

Haji dan jihad akan terus berjalan bersama pemerintah dari kalangan kaum muslimin yang baik mahupun yang fasik sampai tegaknya hari kiamat,tidak akan dibatalkan dan digugurkan oleh sesuatu apapun.

(Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah,hal 50)

Kesimpulannya,kita harus menjadi seorang khalifah yang taat kepada Allah,Rasulullah saw dan kita juga perlu taat pada pemerintah Islam.Tips untuk membina khilafah adalah kembali kepada al-Quran dan Sunnah,dengan ilmu dan amal,mengikuti teladan Salafussoleh..dengan kembalikan perasaan Taqwa,Khauf,Taat,Cinta kepada Allah dan deen Islam.

Kita harus berusaha menjadi persis seperti Salafussoleh yang diberi petunjuk oleh Allah,ansar dan muhajirin,membawa akhlak al-Quran dan as-Sunnah.

Mereka yang menentang pemerintah Islam beranggapan perbuatan mereka merupakan kebaikan yang membawa kemaslahatan.Sedangkan kerosakan menentang pemerintah Islam adalah persangkaan buruk sesama muslim dan membuka aib sesama muslim.Terjejaslah ukhwah Islam.

Bagi kaum muslimah,berhenti daripada ingin menjadi pemimpin,kerana tanggungjawab muslimah itu sudah cukup banyak,mengurus suami dan anak-anak..menjadi seorang ibu,isteri,guru itu sudah berat..tidak perlu berpolitik..biar kaum muslimin yang menguruskan siasah Islam.

Bercakap mengenai kezhaliman,wahai saudaraku,kezhaliman itu berlaku bukan hanya pada Pemimpin dan penguasa tetapi kepada setiap muslim yang tidak mengamalkan Islam.Termasuklah ayah,ibu,anak-anak,guru-guru..iya semua muslim jika tidak mengamalkan Islam itu adalah zalim,maka haruslah bertaubat dan kembali kepada Allah swt dan agama Islam.

Dariku,

Ummu Syauqina Nurharyati Husna,

Usaha menjadi Khalifah persis Salafussoleh,

Sumber rujukan yang saya pilih adalah daripada Darussalaf.com..kitab Umar al-Khattab,tokoh Islam.