Adakah ini menjadi idaman?
Ramaikah lelaki seperti ini?
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Disunting:Ummu Syauqina Nurharyati Husna
Begitu banyak ujian dan rintangan untuk menjadi seorang idaman sejati.Sebaliknya, yang bukan idaman ada tersebar di mana-mana. Inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Siapakah lelaki yang tidak pantas menjadi idaman dan tambatan hati? Apa saja ciri-ciri mereka? Mudah-mudahan -dengan izin Allah- kami dapat mengungkapkannya pada tulisan yang singkat ini.
Ciri Pertama: Akidahnya Amburadul
Di antara ciri leleki semacam ini adalah dia punya prinsip bahawa jika cinta ditolak, maka dukun pun bertindak. Jika sukses dan lancar dalam bisnes, maka dia pun menggunakan jimat-jimat. Ingin buka perniagaan pun dia memakai pelarisan. Jika berencana nikah, harus menghitung hari baik terlebih dahulu. Yang jadi kegemarannya agar hidup lancar adalah mempercayai ramalan bintang agar semakin mudah dalam melangkah.
Inilah ciri lelaki yang tidak pantas dijadikan idaman. Akidah yang dia miliki sudah jelas adalah akidah yang rosak.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Barangsiapa yang hendak meninggikan bangunannya, maka hendaklah dia mengukuhkan pondasinya dan memberikan perhatian penuh terhadapnya. Sesungguhnya kadar tinggi bangunan yang boleh dia bangun adalah sebanding dengan kekuatan pondasi yang dia buat. Amalan manusia adalah ibarat bangunan dan pondasinya adalah iman.” (Al Fawaid)
Bererti jika aqidah dan iman seseorang rosak -padahal itu adalah pokok atau pondasi-, maka bangunan di atasnya pun akan ikut rosak. Perhatikanlah hal ini!
Ciri Kedua: Menyia-nyiakan Shalat
Tidak shalat jama'ah di masjid juga menjadi ciri lelaki bukan idaman. Padahal shalat jama'ah bagi lelaki adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam al Qur'an dan berbagai hadits. Berikut di antaranya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».
”Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama'ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab, ”Ya”. Rasulullah bersabda, ”Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Orang buta ini tidak dibolehkan shalat di rumah apabila dia mendengar adzan. Hal ini menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan menghadiri shalat jama’ah. Hal ini ditegaskan kembali dalam hadits Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتَسْمَعُ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ فَحَىَّ هَلاَ ».
“Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut”.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Lihatlah laki-laki tersebut memiliki beberapa udzur: [1] dia adalah seorang yang buta, [2] dia tidak punya teman sebagai penunjuk jalan untuk menemani, [3] banyak sekali tanaman, dan [4] banyak binatang buas. Namun karena dia mendengar adzan, dia tetap diwajibkan menghadiri shalat jama’ah. Walaupun punya berbagai macam udzur semacam ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan dia untuk memenuhi panggilan adzan yaitu melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Bagaimana dengan orang yang dalam keadaan tidak ada udzur sama sekali, masih diberi kenikmatan penglihatan dan sebagainya?!
Imam Asy Syafi'i sendiri mengatakan, “Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 107)
Jika lelaki yang menyia-nyiakan shalat berjama'ah di masjid sahaja bukan merupakan lelaki idaman, lantas bagaimana lagi dengan lelaki yang tidak menjalankan shalat berjama'ah sendirian maupun secara berjama'ah?!
Seorang ulama besar, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam kitabnya Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, mengatakan, ”Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”
Ciri Ketiga: Sering Melihat Sana Sini
Inilah ciri berikutnya,iaitu lelaki yang sulit menundukkan pandangan ketika melihat wanita. Inilah ciri bukan lelaki idaman. Karena Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".” (QS. An Nur: 30)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada para lelaki yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan iaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika dia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah dia segera memalingkan pandangannya.
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Boleh jadi laki-laki tersebut jika telah menjadi suami malah memandang lawan jenisnya sana-sini ketika isterinya tidak melihat. Kondisi seperti ini pun telah ditegur dalam firman Allah,
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghofir: 19)
Ibnu 'Abbas ketika membicarakan ayat di atas, beliau mengatakan bahawa yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah seorang yang bertamu ke suatu rumah. Di rumah tersebut ada wanita yang berparas cantik. Jika tuan rumah yang menyambutnya memalingkan pandangan, maka orang tersebut melirik wanita tadi. Jika tuan rumah tadi memperhatikannya, dia pun pura-pura menundukkan pandangan. Dan jika tuan rumah sekali lagi berpaling, dia pun melirik wanita tadi yang berada di dalam rumah. Jika tuan rumah sekali lagi memperhatikannya, maka dia pun pura-pura menundukkan pandangannya. Maka sungguh Allah telah mengetahui isi hati orang tersebut yang akan bertindak kurang ajar. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (12/181-182).
Ibnu 'Abbas mengatakan, “Allah itu mengetahui setiap mata yang memandang apakan ia ingin khianat ataukah tidak.” Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid dan Qotadah. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 12/182, Darul Qurthubah)
Ciri Keempat: Senangnya Berdua-duaan
Inilah sikap lelaki yang tidak baik yang sering mengajak pasangannya yang belum halal baginya untuk berdua-duaan (baca: berkhalwat). Berdua-duaan (khokwat) di sini bisa pula bentuknya tanpa hadir dalam satu tempat, namun lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via FB dan lainnya. Seperti ini pun termasuk semi kholwat yang juga terlarang.
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)
Ciri Kelima: Tangan Suka memeganginya..
Ini juga bukan ciri lelaki idaman. Tangannya suka memegang menyalami wanita yang tidak halal baginya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun ketika berbaiat dan kondisi lainnya tidak pernah menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya.
Dari Abdulloh bin ‘Amr, ”Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan wanita ketika berbaiat.” (HR. Ahmad dishohihkan oleh Syaikh Salim dalam Al Manahi As Syari’ah)
Dari Umaimah bintu Ruqoiqoh dia berkata, ”Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan para wanita, hanyalah perkataanku untuk seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang wanita.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Malik dishohihkan oleh Syaikh Salim Al Hilaliy)
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Ciri Keenam: Tanpa Arah yang Jelas
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ
“Seseorang dianggap telah berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996)
Berarti kriteria lelaki idaman adalah dia bertanggungjawab terhadap isterinya dalam hal nafkah.
Sehingga seorang lelaki harus memiliki jalan hidup yang jelas dan tidak boleh dia hidup tanpa arah yang sampai menyia-nyiakan tanggungannya. Sejak dini atau pun sejak muda,dia sudah memikirkan bagaimana kelak dia boleh menafkahi isteri dan anak-anaknya. Di antara bentuk persiapannya adalah dengan belajar yang giat sehingga kelak boleh dapat kerja yang baik.
Begitu pula hendaknya dia tidak melupakan isterinya untuk diajari agama. Kerana untuk urusan dunia mesti kita urus, apalagi yang sangkut pautnya dengan agama yang merupakan keperluan ketika menjalani hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sejak dini pun, seorang lelaki sudah mulai membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup untuk dapat mendidik isteri dan keluarganya.
Sehingga dari sini, seorang lelaki yang kurang memperhatikan agama dan urusan menafkahi isterinya patut dijauhi kerana dia sebenarnya bukan lelaki idaman yang baik.
Mudah-mudahan tulisan ini boleh dijadikan sebagai petunjuk bagi para wanita muslimah yang ingin memilih laki-laki yang baik untuk dirinya. Dan juga boleh menjadi koreksi untuk lelaki agar selalu introspeksi diri. Nasihat ini pun bisa bermanfaat bagi setiap orang yang sudah berkeluarga agar menjauhi sifat-sifat keliru di atas. Semoga Allah memudahkannya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Artikel Rumaysho.com
Diselesaikan di Sleman, 21 Muharram 1431 H.
Friday, February 12, 2010
Wanita sebagai Pendidik
Penulis:Ummu Mahmud Al-Asymuni
Disunting:Ummu Syauqina Nurharyati Husna
Wanita Sebagai Pendidik
1. Tidak meremehkan hak Allah (kewajiban beribadah kepada-Nya).
2. Baik bacaan Al-Qurannya dan berusaha menghafalkannya.
3. Hafal dengan baik hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang boleh membantunya dalam urusan agama.
4. Tidak menyia-nyiakan hak suaminya.
5. Tidak menyia-nyiakan hak anaknya.
6. Menghiasi diri dengan akhlak mulia.
7. Menghiasi diri dengan kesabaran.
8. Memiliki kemampuan dalam mengatur waktunya.
9. Mendapatkan izin suaminya untuk keluar mengajar.
10. Tidak ikhtilath (campur baur dengan lelaki).
11. Patuh dengan busana muslimah.
12. Ikhlas dalam bekerja.
13. .Bertakwa kepada Allah.
14. Berilmu.
15. Bersifat santun dan lembut.
16. Bertanggungjawab.
17. Berpengetahuan dan berwawasan, serta mengetahui masalah-masalah aktual.
18. Berkepribadian tangguh dan berakhlak mulia.
Metode Mengajar dan Mendidik
1. Melakukan pendekatan dengan akhlak yang baik.
2. Senantiasa mengucapkan salam kepada anak didik.
3. Memotivasi mereka untuk selalu shalat tepat waktu.
4. Mengingatkan mereka tentang keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Selalu mengingatkan tentang cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Menceritakan kisah para Nabi a’alihimus salam, shahabat radhiyallahu ‘anhum, dan pahlawan Islam.
7. Mengajarkan rukun islam dan rukun iman.
8. Memberi mereka pelajaran tentang akidah yang benar dan mengingatkan mereka dari akidah yang rosak.
9. Memotivasi untuk menghafal Al-Quran dan mengamalkannya.
10. Memotivasi untuk menghafal hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengamalkannya.
11. Mengajarkan perilaku teladan dan akhlak mulia.
12. Menarik perhatian anak didik dan menumbuhkan kerinduannya untuk belajar.
13. Keteladanan.
14. Memotivasi untuk gemar belajar dan mencintai ilmu.
15. Mengajarkan etika berbicara dengan orang lain.
16. Mengajarkan zikir-zikir yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
17. Mengingatkan tentang halal dan haram.
18. Melarang bergaul dengan teman yang buruk.
19. Mengajarkan adab islami.
20. Mengajarkan menjaga hak orang lain.
21. Melatih membaca dan menulis secara berterusan.
22. Memberikan solusi dari permasalahan mereka.
23. Memotivasi untuk tekun belajar, serta menghormati ilmu dan guru.
24. Menganjurkan untuk berpenampilan baik dan bersih.
25. Melarang untuk taklid buta.
26. Menganjurkan untuk berbakti kepada kedua orangtua.
27. Mendidik anak untuk cinta jihad dan keberanian.
28. Mengajarkan anak perempuan hukum khusus yang berkaitan dengan mereka dan hikmah diturunkannya.
29. Menyayangi mereka.
30. Mengajarkan kesabaran.
31. Menganjurkan memberi maaf (jika itu bermanfaat), menahan emosi, dan membalas kejelekan dengan kebaikan.
Metode Mengajar Mata Pelajaran
1. Memulai dengan mengucapkan salam.
2. Memotivasi melalui nasihat ringan.
3. Memulai menjelaskan pelajaran secara berurutan dan sistematis.
4. Pemecahan masalah.
5. Selalu memantau dan mengevaluasi.
6. Menjauhi kata-kata kotor ketika memarahi anak dan tidak memukul wajah.
7. Memperhatikan keadaan murid yang bersalah.
8. Menyampaikan nasihat ringan di akhir pelajaran bila waktu masih tersisa.
9. Berpisah dengan mereka dengan menyampaikan salam.
Kutipan Bermanfaat dari Etika Menjadi Ibu Guru karya Ummu Mahmud Al-Asymuni, penerbit: Pustaka Elba, Surabaya (dengan perubahan seperlunya dari redaksi www.muslimah.or.id)
Subscribe to:
Posts (Atom)